Rabu, 17 Oktober 2012

KASUS & KELEMAHAN KPK


Berbagai Macam Kasus yang Dihadapi KPK


Ketika KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mulai ada dan mencuat kepermukaan public, banyak masyarakat menaruh harapan terhadap KPK khususnya dalam hal pemberantasan korupsi, lambat laun KPK mulai menunjukan eksistensinya sebagai institusi Pemberantasan Korupsi. Berbagai macam kasus yang ditangani oleh KPK mendapatkan apresiasi dari kalangan masyarakat bahkan dianggap sebagai superhero untuk menyelamatkan Bangsa ini dari kebiadaban para koruptor, tetapi didalam dinamika perjalanan KPK mendapatkan berbagai macam permasalahan yang harus dihadapi baik secara internal maupun secara eksternal. Meskipun lembaga ini dianggap sebagai institusi superbody yang memiliki kewenangan extraordinary tetapi itu tidak menjamin KPK akan mampu menyelesaikan korupsi di Indonesia yang notabenenya sebagai Negara korupsi ditambah lagi berbagai macam intervensi dari berbagai pihak lain yang merasa tidak senang dengan eksistensi KPK.
Selama berdirinya KPK yang mencapai sepuluh tahun lamanya belum bisa berbuat banyak dalam hal pemberantasan korupsi masih banyak kasus-kasus yang belum tuntas sampai hari ini seperti Century, proyek Hambalang, dll ditambah dengan kasus-kasus korupsi didaerah yang msih terbengkalai. Jika dilihat kewenangan yang dimiliki oleh KPK hari ini belum juga bisa berbuat banyak dalam hal pemberantasan korupsi apalagi jika sebagian kewenangan KPK akan tereliminasi, ini menjadi sangat riskan dan akan menghilangkan efektifitas kinerja KPK sedangkan korupsi di bangsa ini semakin merajalela dan masih banyak yang harus dibenahi terutama dalam hal pemberantasan korupsi. Seharusnya Pemerintah jika ingin betul-betul bangsa ini bebas dari korupsi maka harus ada sinergitas dari semua kalangan mulai dari kalangan masyarakat sampai kalangan penguasa, tetapi kenyataannya masih ada kalangan yang kontra terhadap berbagai kebijakan KPK dan bahkan masih ada yang ingin mencoba menghilangkan eksistensi KPK, ini menjadi tanda tanya besar bagi kita semua. Apakah Pemerintah betul-betul serius ingin melakukan pemberantasan Korupsi? ataukah hanya isap jempol belaka yang hanya dijadikan sebagai program pencitraan dan sebagai janji untuk memperoleh kekuasaan sehingga menjadi Bangsa yang tak bergigi dan menyuburkan maraknya korupsi. KPK yang dianggap sebagai institusi independen & super body kini mulai di distorsi oleh berbagai pihak yang tidak senang dengan eksistensi KPK terutama para koruptor bahkan dari kalangan DPR RI sendiri yang ingin mencoba mengintervensi kewenangan KPK. Menurut  Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, bentuk yang paling jamak dari korupsi di Indonesia adalah korupsi politik, yang ditandai dengan sejumlah anggota DPR & DPRD terjerat korupsi terkait pembahasan anggaran ataupun revisi APBD. Disisi lain KPK berhasil menyeret 240 terdakwa korupsi ke penjara.
Revisi Pemberatasan KPK
JAKARTA, KOMPAS.com — Berbagai elemen masyarakat menyampaikan dukungannya untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul perseteruan yang terjadi antara KPK dan Kepolisian Negara RI. Namun, KPK diminta tidak terlena akan dukungan yang ada dan tetap terus memberantas tindak korupsi yang merugikan rakyat. Demikian disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Senin (8/10/2012), di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta.
Menurut dia, KPK masih memiliki kekurangan dan kelemahan terutama dalam kecepatan mengungkap kasus dan menetapkan tersangka. Din mencontohkan kasus Century yang terang-terangan merugikan rakyat tapi tidak ada kemajuannya hingga kini
Pertama, KPK terkesan menjadi lembaga tumpang sari, menumpang pada kasus yang cukup ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan. kesalahan dan kelemahan KPK yang kedua adalah tidak tuntasnya penyelesaian kasus-kasus korupsi besar di negeri ini. 

Logika Sesat Tentang Revisi Pemberantasan KPK


Wacana revisi UU No. 30/2002 tentang KPK ini sesungguhnya adalah wacana konyol dan sesat. Sebab, selain terkesan memangkas kewenangan KPK, revisi itu juga bertentangan dengan semangat memberantas praktik korupsi di negeri ini.
Dalam draf RUU tentang KPK, setidaknya ada empat poin yang perlu mendapatkan perhatian serius. Yakni, masalah kewenangan penyadapan, penuntutan, penghentian pengusutan (penerbitan SP3), sampai rencana pembentukan lembaga untuk mengawasi KPK.
Pertama, berkaitan dengan kewenangan penyadapan, dalam draf RUU itu dijelaskan bahwa jika KPK hendak melakukan penyadapan, harus meminta izin kepada pengadilan negeri terlebih dahulu. KPK tidak diperkenankan menyadap tanpa seizin pengadilan. Tentu ini adalah hal yang sangat aneh. Sebab, selain hanya akan mempersulit kinerja KPK, kebijakan ini juga rentan terhadap praktik kongkalikong. Belum lagi jika KPK bertugas menyelidiki tindak pidana korupsi di institusi pengadilan negeri. Lantas haruskah KPK meminta izin pada pengadilan sedangkan pengadilan dalam hal itu menjadi objek penyadapan?
Kedua, dalam draf rancangan UU KPK, KPK tidak berhak melakukan penuntutan. Kewenangan penuntutan sepenuhnya berada di wilayah kejaksaan. Ini berarti telah menganulir pasal 6 ayat c UU No. 30/2002, bahwa KPK bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Kemudian jika suatu saat terjadi tindakan korupsi di institusi kejaksaan, lantas haruskah KPK menyerahkan wewenang penuntutan ke kejaksaan. Dan, bagaimana bisa kejaksaan menuntut kasus yang ada pada institusinya sendiri?
Ketiga, draf RUU itu juga pemberian kewenangan bagi KPK untuk menghentikan pengusutan kasus korupsi melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Padahal, dalam UU KPK sebelumnya, KPK tidak berhak mengeluarkan SP3. Sebab, jika KPK berhak mengeluarkan SP3 justru semakin rentan terhadap kemungkinan persekongkolan dan negosiasi. Sebab, seorang tersangka akan berusaha mengemukakan berbagai alasan agar bisa bebas.
Keempat, pembentukan lembaga pengawas KPK juga terkesan mengebiri KPK. Lembaga itu justru hanya akan menjadikan KPK sebagai ’’macam ompong’’ karena tidak bisa bertindak dengan leluasa. Segala langkah KPK untuk memberantas korupsi harus selalu dipantau oleh lembaga pengawas. Belum lagi jika lembaga pengawas ini dikendalikan orang penguasa-penguasa yang korup. Tentu langkah KPK untuk memberantas korupsi akan benar-benar terbonsai.
Memang benar apa yang dikatakan sejarawan dan filosof Inggris, John Emerich Edward Dalberg Acton, bahwa ’’power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely,’’ kekuasaan itu cenderung pada penyelewengan. Dan itu terbukti di negeri ini. Semakin tinggi kekuasaan yang dimiliki, semakin besar pula uang negara yang di korup.
Tentu dapat dipahami, jika wacana revisi UU KPK ini hanyalah langkah melemahkan KPK. Oleh karena itu, seluruh elemen harus bersama-sama menghentikan rencana pelemahan KPK. Semoga berbagai upaya pelemahan terhadap KPK ini tidak memberangus harapan akan terberantasnya korupsi. Wallahu a’lam bi alshawab.

Sumber : 

0 Comments:

Post a Comment



By :
Free Blog Templates