Selasa, 16 Oktober 2012
TUJUAN PELAKSANAAN AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN SAS 1 (AU 110) menyatakan :
" Tujuan audit umum dalam laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, atas semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas dengan prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku umum."
" Tujuan audit umum dalam laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, atas semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas dengan prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku umum."
Satu- satunya alasan mengapa auditor mengumpulkan bukti- bukti adalah untuk memungkinkan mereka mencapai kesimpulan tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material serta untuk menerbitkan laporan audit yang benar.
TANGGUNG JAWAB AUDITOR SAS 1 (AU 110) menyatakan :
" Auditor memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan dan merencanakan audit untuk memperoleh tingkat keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan itu telah terbebas dari kesalahan penyajian yang material, baik disebabkan karena kekeliruan ataupun kecurangan. Karena sifat bukti audit dan berbagai karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh tingkat keyakinan, walaupun tidak mutlak, bahwa kesalahan penyajian dalam material dapat di deteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk melaksanakan dan merencanakan audit guna memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian, baik disebabkan oleh kekeliruan maupun oleh kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan dapat dideteksi."
- Kesalahan Penyajian Material versus Non-material
Kesalahan penyajian umumnya di anggap material bila gabungan berbagai kekeliruan yang belum terkoreksi dan kecurangan dalam laporan keuangan dapat mengubah atau mempengaruhi berbagai keputusan pengguna laporan keuangan.
- Tingkat Keyakinanyang Memadai
Konsep keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak, mengindikasikan bahwa auditor bukanlah seorang pemberi garansi atau penjamin atas kebenaran laporan keuangan.
- Kekeliruan versus Kecurangan
SAS 82 (AU 316) membuat perbedaan antara 2 jenis kesalahan penyajian: kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan penyajian ini dapat bersifat material maupun tidak material. Suatu kekeliruan (error) adalah kesalahan penyajian laporan yang tidak disengaja, sedangkan kecurangan (fraud) merupakan kesalahan penyajian laporan yang disengaja. Contoh untuk kekeliruan adalah kesalahan perhitungan harga kali kuantitas pada faktur penjualan serta telah salah melihat bahan baku yang terlalu lama dalam menentukan nilai terendah antara harga perolehan dengan harga pasar untuk menilai persediaan. Sedangkan untuk kecurangan dapat dibedakan antara penggelapan aktiva (missapropriation of assets), seringkali disebut sebagai defalkasi atau kecurangan karyawan, serta kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting), di kenal pula sebagai kecurangan manajemen.
- Skeptisme Profesional
Skeptisme profesional merupakan sikap yang penuh pertanyaan didalam benaknya serta sikap[ penilaian kritis atas setiap bukti audit yang diperoleh. Auditor tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen bersikap tidak jujur, tetapi kemungkinan bahwa mereka telah bersikap tidak jujur harus tetap dipertimbangkan. Auditorpun tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen merupakan pihak yang tidak diragukan lagi kejujurannya.
Menurut IAI, faktor-faktor yang menjadi
penyebab terjadinya kecurangan ada dua,
akan tetapi menurut Statements on Auditing Standard 99 yang menjadi acuan dalam
SA Seksi 316, faktor tersebut terdiri dari tiga hal berikut ini yang sering
disebut the Fraud Triangle.
Sebagai suatu segitiga, ketiga faktor tersebut saling terkait satu dengan
lainnya. Ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut, dimana menurut IAI
hanya mencakup dua faktor yang pertama saja:
1. Adanya tekanan atau
dorongan untuk melakukan kecurangan. Berdasarkan alasan ini manajemen bisa
melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan karena berada di bawah tekanan untuk, misalnya, mencapai target laba tertentu, sehingga
mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
2. Adanya peluang untuk
melaksanakan kecurangan, misalnya apabila seseorang di dalam organisasi merasa yakin bahwa diriinyaa dapat menghindari
pengendalian intern.
3. Adanya rasionalisasi, yaitu apabila pihak-pihak yang melakukan tindakan
kecurangan tersebut dapat membuat pembenaran terhadap perilaku untuk berbuat
kecurangan. Artinya, orang yang melakukan kecurangan tersebut memiliki sikap,
karakter atau nilai-nilai etika tertentu yang membuatnya secara sadar dan paham
betul untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji.
Menurut IAI, kecurangan
yang berakibat pada terjadinya
salah saji yang material da-lam laporan keuangan ada dua jenis, yaitu:
1. Salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam pelaporan
keuangan (fraudulent financial reporting), yaitu salah menyajikan atau
menghilangkan dengan sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan
untuk mengelabui para pemakai laporan keuangan sehingga laporan keuangan
disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, seperti dengan
melakukan satu atau lebih hal-hal berikut ini, baik yang dilakukan dengan
perencanaan matang (grand strategy), konspi-rasi, atau yang bersifat
temporer yang direncanakan untuk dikoreksi pada saat yang dianggap lebih baik:
a. Memanipulasi, memalsukan atau mengubah catatan akuntansi atau dokumen pen-dukung penyajian laporan keuangan.
b. Menyajikan laporan keuangan secara salah atau
menghilangkan peristiwa, tran-saksi atau informasi yang signifikan dari laporan
keuangan.
c. Sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang berkaitan
dengan jumlah, klasifi-kasi, cara penyajian, atau pengungkapan secara tidak
benar.
2. Kecurangan yang timbul dari perlakuan
tidak semestinya terhadap aktiva yang sering disebut dengan istilah
penyalahgunaan atau penggelapan (defalcation) yang dapat menyangkut satu
atau lebih individu di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.
Kecurangan seperti ini dapat berbentuk sebagai berikut, yang tidak jarang
di-sertai pula dengan adanya pencatatan atau dokumen yang salah, dokumen palsu
atau dokumen yang menyesatkan:
a. Pencurian uang, aktiva likuid, atau aktiva lainnya.
b. Penggelapan tanda terima barang atau uang.
c. Pembelian fiktif yang menyebabkan perusahaan harus
membayar atas barang atau jasa yang tidak diterima.
Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, IAI menetapkan bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan
dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Selain itu IAI juga menghendaki agar apabila
auditor menge-tahui adanya kecurangan maka auditor tersebut berkewajiban untukmengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berwenang. Jika
yang melakukan kecurangan tersebut adalah pim-pinan atau manajemen senior, maka
auditor harus melaporkannya kepada komite audit secara langsung.8Sementara itu apabila yang
melakukan kecurangan berada di bawah tingkatan pim-pinan atau manajemen senior,
maka laporan cukup disampaikan pada tingkatan manajer di atasnya yang sesuai. Meskipun demikian, IAI memberikan kebebasan bagi auditor
untuk melaporkan hanya kepada manajemen senior dan komite audit atau hanya
kepada komite audit saja.
Sebagaimana juga diakui
oleh IAI, kesengajaan sering sulit ditentukan, padahal faktor kesengajaan
merupakan kata kunci yang digunakan oleh IAI untuk menentukan apakah suatu
ke-salahan dianggap sebagai kekeliruan
(error) atau kecurangan. Meskipun demikian, adanya fak-tor
risiko atau kondisi lain dapat memperingatkan auditor tentang kemungkinan
adanya ke-curangan. Kondisi
lain ini sering disebut dengan istilah “red flags” yang antara laindapat berbentuk sebagai berikut:
- Pengendalian intern yang lemah atau diabaikan oleh manajemen.
- Kerugian persediaan dalam jumlah yang besar.
- Hasil-hasil pemeriksaan auditor intern ataupun auditor ekstern yang diabaikan oleh manajemen.
- Aktivitas perbankan yang tidak biasa atau aneh.
- Pengeluaran untuk biaya atau pembelian dalam jumlah yang besar.
- Manajemen didominasi oleh salah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama.
- Terdapat perputaran pimpinan yang tinggi, atau sering berganti-ganti pimpinan.
- Perusahaan mempunyai perjanjian kontrak yang signifikan.
- Kompensasi manajemen didasarkan pada kinerja tertulis sehingga membuka peluang bagi manajemen untuk “mengutak-atik” kinerja agar memperoleh bonus atau kompen-sasi yang besar.
- Auditor menjumpai adanya ketidakjujuran dari manajemen.
- Perusahaan sering berganti-ganti auditor.
Berdasarkan
“red flags” tersebut auditor “harus secara khusus menaksir risiko salah
saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus
mempertimbang-kan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan.” Untuk
me-naksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan tersebut, auditor
perlu meminta kete-rangan dari manajemen dengan maksud (1) untuk memperoleh
pemahaman dari manajemen berkenaan dengan risiko kecurangan dalam entitas, dan
(2) untuk menentukan apakah manaje-men memiliki pengetahuan tentang kecurangan
yang telah dilakukan terhadap atau terjadi da-lam entitas.
Bagaimana mengurangi kecurangan dalam Audit?? mempunyai budaya yang jujur dan mepunyai etika yang tinggi. Hasil riset kebanyakan menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah dan menghalangi kecurangan adalah dengan menciptakan budaya dengan etika yang bagus dan tinggi, meliputi:
- Menetapkan "catatan di atas"
- Menciptakan Pelanggan Customers positif
- Mempekerjakan Dan Mempromisikan Pegawai Yang tepat
- Pelatihan Konfirmasi
- Disiplin
- Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana
- http://dc408.4shared.com/doc/8Q60bVMM/preview.html
- http://akuntansi-unsika.blogspot.com/2012/06/mengurangi-kecurangan-dalam-audit.html#more
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)